Kamis, 24 Juli 2008

Buku Saku Ruqyah




Silahkan klik link download ini
download

ini mp3 ruqyah.. silahkan klik link untuk download..

download mp3 ruqyah part 1
download mp3 ruqyah part 2

EBOOK PELAJARAN TAJWID





Bagi yang ingin mendownload silahkan klik link tulisan download..

download

Jumat, 11 Juli 2008

ebook materi tarbiyah




Dikarenakan file materi tarbiyah ini besar, kurang lebih 35 MB maka saya pecah file tersebut menjadi beberapa file kecil dengan maksud untuk memudahkan proses download.

Ini link untuk download file materi tarbiyah, caranya sebagai berikut:
1. download semua link file tersebut dari 0 - 11
2. kumpulkan dalam 1 folder
3. extract (unzip) semua file tersebut
4. kemudian jalankan (klik file materi_tarbiyah.bat berasal dari link part 0)
5. setelah di jalankan file materi_tarbiyah.bat akan menghasilkan file materi_tarbiyah.zip silahkan di unzip dan bisa langsung di baca


download part 0
download part 1
download part 2
download part 3
download part 4
download part 5
download part 6
download part 7
download part 8
download part 9
download part 10
download part 11

atau copas link berikut ini untuk download materi tarbiyah

http://www.eraintermedia.com/?lihat=tarbiyah

Kamis, 10 Juli 2008

Adakah Isi Dan Kulit Dalam Ajaran Islam?

almanhaj.or.id

Oleh
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilali




Islam adalah agama yang bagian-bagiannya saling melengkapi. Jalan Allah yang ikatan-ikatannya tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Kaum Muslimin tidak boleh mengikuti orang-orang Yahudi yang mengimani sebagian Al-kitab dan mengingkari sebagian lainnya.

Allah Ta’ala berfirman.

“Apakah kamu (Bani Israil) beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” [Al-Baqarah : 85]

Termasuk bid’ah yang merebak pada zaman ini, yaitu anggapan sebagian orang yang membagi Islam menjadi “kulit dan isi”, atau “kuliyat dan juz-iyyat”, atau “bentuk dan isi”, atau “ushul dan furu”, atau “bagian luar dan ruh”. Lalu mereka menyepelekan bagian agama yang dianggapnya sebagai kulit atau juz’iyyat, atau bentuk semata.

Memang sebagian ulama ada yang menggunakan istilah ushul (pokok) dan furu’ (cabang) dalam menjelaskan ajaran Islam, tetapi mereka tidak bermaksud meremehkan furu’, apalagi meninggalkannya. Tetapi istilah itu untuk menunjukkan nilai pentingnya. Karena semua bagian agama Islam ini penting, namun nilai pentingnya tidaklah satu derajat

Adapun orang-orang yang memiliki anggapan sebagaimana di atas, sebagian besar mereka kemudian tidak menaruh perhatian terhadap syi’ar-syi’ar yang lahiriyah, yang mereka anggap sebagai kulit. Bahkan menuduh orang yang berpegang dengannyan sebagai orang yang menyibukkan diri dengan perkara cabang, dan orang yang mendakwahkannya dianggap mengobarkan perselisihan dan perpecahan. Sehingga mereka mementahkan berbagai masalah yang dikaji secara ilmiah dengan anggapan, bahwa itu merupakan masalah cabang dan diperselisihkan oleh umat.

Anggapan ini tentu saja tidak diterima oleh agama yang mulia ini. Hal ini dapat ditinjau dari beberapa sisi.

Pertama : Ayat-Ayat al-Qur’An Dengan Tegas Dan Jelas Memerintahkan Agar Kaum Muslimin Berpegang Dengan Islam Secara Total.

Diantaranya Allah Azza wa Jalla berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan” [Al-Baqarah : 208]

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata pada tafsir ayat ini : “Allah Ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya, yang mempercayai Rasul-Nya, agar mereka memegangi seluruh ikatan-ikatan dan syari’at-syari’at Islam, dan mengamalkan seluruh perintah-perintahnya, dan meninggalkan seluruh larangan-larangannya semampu mereka”

Setelah Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam Islam secara total. Dia memperingatkan manusia agar tidak mengikuti langkah-langkah setan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

“Dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu” [Al-Baqarah : 208]

Ini menunjukkan bahwa hanya ada dua jalan saja, yaitu masuk ke dalam Islam secara total, atau mengikuti jalan-jalan setan yang memerintahkan untuk memisah-misahkan syari’at-syari’at Allah dan meremehkan sebagiannya.

Kedua : Hadits-Hadits Menunjukkan Bahwa Perkara-Perkara Yang Mereka Anggap Sebagai Cabang Atau Kulit Itu Memiliki Hubungan Yang Kuat Dengan Pahala Yang Besar, Kedudukan Yang Mulia, Dan Kenikmatan Abadi.

Di antaranya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Jika imam berkata “ghairil magh-zhubi ‘alaihim walazh-zhallin”, maka katakanlah “amin”, karena sesungguhnya barangsiapa perkataannya bertepatan perkataan para malaikat, diampuni dosanya yang telah lalu” [HR Bukhari no 782, Muslim no. 410, dari Abu Hurairah]

Demikian juga hadits-hadits menjelaskan bahwa perkara-perkara yang mereka anggap cabang itu merupakan tonggak kemuliaan dan tetapnya agama ini memperoleh kemenangan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Agama ini selalu nampak nyata (menang) selama orang-orang (Islam) menyegerakan berbuka, karena sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashara mengakhirkan (berbuka)” [HR Abu Dawud no. 2353, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak hanya mementingkan perkara-perkara besar, kemudian tersibukkan dari perkara-perkara yang mereka anggap perkara kecil.

“Dari Aisyah –semoga Allah meridhainya-, yaitu isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memberitakan bahwa beliau membeli bantal duduk yang padanya terdapat gambar-gambarnya (makhluk bernyawa, -pent). Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihatnya, beliau berdiri di depan pintu, tidak masuk. ‘Aisyah melihat ketidaksukaan pada wajah Rasulullah. ‘Aisyah berkata : “Wahai Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dosa apakah yang telah aku lakukan?” Beliau bersabda : “Apa pentingnya bantal duduk ini?” Aisyah menjawab : “Aku membelinya agar Anda duduk padanya dan menggunakannya sebagai bantal” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya para pembuat gambar ini akan disiksa pada hari Kiamat. Dan akan dikatakan kepada mereka : ‘hidupkan apa yang telah ciptakan”, dan beliau bersabda : “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (patung-patung) tidak akan dimasuki oleh para malaikat” [HR Bukhari no. 5957]

Ketiga : Fatwa-Fatwa Ulama Menjelaskan Tentang Kebatilan Pembagian Tersebut

Antara lain fatwa Syaikh ‘Izz bin Abdis Salam rahimahullah, beliau berkata : “Tidak boleh mengistilahkan syari’at dengan “kulit”, karena di dalam syari’at itu terdapat banyak manfaat dan kebaikan. Bagaimana perintah ketaatan dan keimanan merupakan “kulit”? Sesungguhnya ilmu yang disebut dengan “hakikat” adalah satu bagian dari ilmu syari’at. Dan tidak menggunakan istilah-istilah ini kecuali orang yang dungu, celaka dan kurang ajar. Seandainya dikatakan kepada salah seorang dari mereka : “Sesungguhnya perkataan syaikh (guru) mu itu “kulit”, pastilah dia mengingkarinya dengan keras. Namun dia menyebut “kulit” terhadap syari’at! Sedangkan syari’at itu hanyalah Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Maka orang jahil (bodoh) tersebut perlu dihukum dengan hukuman yang pantas dengan dosanya ini” [Fatawa Izz bin Abdis Salam, halaman 71-72]

Dengan ini semua jelaslah bahwa wajib memegangi Islam secara total, yakni mencakup kehidupan individu dan masyarakat. Syari’at Islam tidak meninggalkan perkara-perkara kecil, apalagi yang besar ; semua dijelaskan. Dengan demikian, Islam merupakan bangunan yang tinggi dan sempurna, dengan fondasi yang kuat dan kokoh.

Kemudian dari pembagian yang tidak benar ini, yaitu beranggapan agama itu terdiri dari kulit dan isi, sebagian tokoh-tokoh kelompok Islam, seperti Syaikh Hasan Al-Bana, membangun kaidah lemah yang membolehkan terjadinya perpecahan umat. Yaitu kaidah :

“Kita saling menolong dalam perkara yang kita sepakati, dan saling toleransi dalam perkara yang kita berselisih padanya”.

Kemudian kaidah ini menjadi ketetapan pasti yang dibacakan kepada para pengikutnya. Dengan kaidah ini, mereka menentang setiap dakwah yang mengajak untuk bersatu di atas kalimat yang haq dan menentang penjelasan menurut Sunnah Nabi, tentang sikap terhadap para ahli bid’ah yang mengikuti hawa nafsu.

Kaidah ini pertama kali dibuat oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah, kemudian beliau memandangnya sebagai kaidah yang rusak, sehingga beliau berlepas diri darinya. Namun Syaikh Hasan Al-Bana mengambilnya dan mendengungkannya. Dan kaidah yang rusak ini juga digunakan oleh Ikhwanul Muslimin untuk melakukan pendekatan dengan Syi’ah Rafidhah!

Seandainya kaidah ini diterapkan, pasti ajaran Islam akan rontok satu persatu, karena :

1). Perselisihan antar umat Islam terjadi sampai dalam perkara aqidah dan prinsip-prinsip. Oleh karena inilah umat berpecah-belah menjadi banyak kelompok. Maka orang yang memberikan toleransi perselisihan seperti ini, berarti dia membenarkan apa yang dilarang oleh Allah.

2). Kaidah ini tidak memiliki landasan dari Al-Kitab, As-Sunnah, dan pemahaman Salafush Shalih. Bahkan manhaj Salaf bertentangan dengan kaidah rusak ini.

3). Seandainya kita praktekkan kaidah ini, pasti akan terbuka kerusakan yang sangat besar. Karena berarti kita memberikan toleransi kepada orang-orang yang menyerukan pemahaman wihdatul wujud [1], pemahaman Khawarij, nikah mut’ah, thawaf di kuburan, tawasul dengan orang-orang yang telah mati, mengingkari sifat-sifat Allah, pemahaman Jabariyah, dan kesesatan-kesesatan lainnya.

4). Hasil kaidah ini adalah kebalikan dari kemauan pembuatnya. Kemauan pembuatnya ialah untuk menghentikan perselisihan antar umat Islam. Namun kenyataan menunjukkan, bahwa kaidah ini menjadi sebab bertambahnya perselisihan dan perpecahan. Oleh karena itulah para ulama pada zaman ini memfatwakan batilnya kaidah ini, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Dr. Hamd ‘Utsman –haizhahullah- di dalam kitabnya, Zajrul Mutahawun bi Dharari Qaidah Al-Ma’dzirah wat Ta’awun, halaman 123-133.

Sesungguhnya kebaikan itu hanyalah dengan kembali kepada agama yang mulia ini dalam segala bidangnya sesuai dengan kemampuan. Wallahul Musta’an.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
_________
Footnote
[1]. Suatu pemahaman rusak yang dikafirkan oleh para ulama. Yaitu anggapan bahwa wujud hanyalah satu ; makhluk bersatu dengan sang Khaliq.

Semangat Mengajak Manusia ke Jalan Allah

www.eramuslim.com

Oleh Ihsan Tandjung


Bilamana seorang muslim berhasil menyesuaikan ambisi hidupnya dengan ambisi hidup Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, niscaya ia akan menjadi seorang muslim yang selalu bersemangat mengajak manusia ke jalan Allah subhaanahu wa ta’aala. Ambisi utama Nabi kita Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam dalam hidupnya di dunia yang fana ini ialah menginginkan keimanan dan keselamatan atas manusia.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ


”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu.” (QS AtTaubah ayat 128)

Setiap manusia yang berjumpa dengan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam diperlakukan oleh beliau sebagai sasaran da’wah. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak pernah melewatkan satupun kesempatan berjumpa dengan manusia kecuali orang itu diajaknya mengikuti jalan Allah ta’aala. Beliau sangat ingin agar setiap manusia merasakan manis dan lezatnya iman dan Islam. Beliau sangat yakin bahwa hanya dengan menempuh jalan Allah ta’aala sajalah seseorang bakal selamat hidupnya di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam membangkitkan semangat agar ummatnya seperti beliau dalam mengajak manusia ke jalan Allah ta’aala.

لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلًا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ (متفق عليه)

“Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk-hidayah kepada seseorang karena ajakanmu, maka itu lebih menguntungkan bagimu daripada mendapat onta merah.” (Bukhary-Muslim)

Jika kita renungkan hadits di atas, maka pasti seorang muslim akan bersemangat mengajak manusia agar memperoleh hidayah Allah ta’aala. Bayangkan, bila kita sukses mengajak seseorang sehingga Allah ta’aala izinkan orang itu memperoleh hidayah-Nya, maka bagi kita yang mengajak dijamin bakal memperoleh reward berupa sesuatu yang lebih baik daripada seekor onta merah..! Onta merah merupakan kendaraan yang dinilai paling mewah di zaman Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ’anhum. Mungkin kalau di zaman kita sekarang seperti mobil Jaguar, Rolls Royce atau bahkan Maybach yang konon harganya mencapai dua puluh miliar rupiah per unit..!

Bilamana Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam berjumpa dengan seorang non-muslim beliau segera mengucapkan kalimat ajakan da’wah penuh cinta kasih yang singkat, jelas dan bermakna:

أَسْلِمْ تَسْلَمْ

”Masuk Islam-lah, niscaya engkau bakal selamat di dunia dan di akhirat.” (HR Ibnu Majah 1/95)

Seorang sahabat Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bernama Adi bin Hatim radhiyallahu ’anhu menceritakan bagaimana ia ketika pertama kali berjumpa dengan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Saat itu ia masih beragama Nasrani. Ketika berjumpa dengan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, maka kalimat pertama yang langsung disampaikan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam kepadanya adalah kalimat di atas. Jadi tanpa keraguan bahkan penuh cinta dan keyakinan, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengajak Adi bin Hatim radhiyallahu ’anhu untuk langsung memeluk agama Islam dengan jaminan bakal selamat di dunia dan di akhirat.

Seyogyanya seorang muslim berusaha mengikuti semangat dan langkah da’wah yang dicontohkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Hendaknya kita berusaha menyingkirkan segenap keraguan dan keengganan kita mengajak siapapun ke jalan keselamatan Islam. Dengan selalu mengingat betapa besarnya karunia iman dan Islam bagi kehidupan seseorang. Justru jika kita sudah mengajak orang lain ke jalan Allah ta’aala berarti kita telah memenuhi hak asasinya sebagai seorang manusia sekaligus hamba Allah ta’aala. Hak asasinya untuk mendengar seruan kebenaran untuk selanjutnya bebas memilih menyambutnya atau mengingkarinya. Soal ia akhirnya beriman atau tidak itu bukan urusan kita. Yang penting kewajiban kita telah gugur dengan kita sudah berda’wah mengajak mereka ke jalan Allah ta’aala. Sebab pada akhirnya hak memberikan hidayah atau membiarkan seseorang tetap sesat adalah hak dan kuasa Alllah ta’aala.

إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

” Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS AnNahl ayat 125)

Inilah hakekat ummat Islam menjadi Rahmatan lil ‘aalamiin (rahmat bagi segenap alam). Alangkah jauhnya dari berperan menjadi rahmat bilamana ummat Islam yang telah memperoleh ni’mat paling istimewa, yakni ni’mat iman dan Islam, kemudian tidak peduli dengan nasib fihak lain yang hidupnya belum mengikuti petunjuk-hidayah Allah ta’aala. Alangkah bakhilnya kita terhadap urusan iman dan masuk surga. Alangkah egoisnya kita bilamana kita tahu dan yakin bahwa iman dan Islam ini akan menyelamatkan kita di alam kubur apalagi di akhirat kelak nanti, sedangkan teman kerja kita, atau tetangga kita, bahkan saudara kita yang bukan muslim, bakal celaka di alam kuburnya serta di akhirat nanti. Namun kita sama sekali tidak berupaya menyelamatkan mereka semata karena kita lebih memperhatikan kemaslahatan kondisi perasaan kita dan mengabaikan kewajiban kita berda’wah.

Alangkah ironisnya bila kita melihat berbagai fihak dan kelompok lain demikian bersemangat dalam menyebarkan misi ajarannya padahal mereka sesungguhnya dalam kesesatan. Sedangkan kita yang sejatinya berada dalam kebenaran dan rahmat Allah ta’aala justru tidak berfikir dan berusaha menyebarkan ajaran Allah ta’aala yang sebenarnya bakal menyelamatkan siapapun yang mau menerima undanganNya...!

Ya Allah, limpahkanlah penghargaan dan kehormatan setinggi-tingginya melalui sholawat dan salam kami bagi NabiMu Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam, da’i sempurna teladan kami, yang telah menunjukkan kepada kami jalan keimanan dan keselamatan hakiki... Walhamdulillah...

Selasa, 08 Juli 2008

Boleh Jadi Kiamat Sudah Dekat

Boleh Jadi Kiamat Sudah Dekat
www.eramuslim.com

Oleh Ihsan Tandjung


Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sedemikian kuatnya mengkondisikan ummatnya untuk menghayati betapa hari Kiamat telah dekat. Sehingga dalam suatu khutbah beliau digambarkan ibarat seorang komandan perang yang memperingatkan pasukannya agar selalu dalam keadaan full alert alias waspada siaga satu.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ’anhu: “Adalah Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bila menyampaikan khotbah mata beliau memerah, suara meninggi dan sangat marah, seakan-akan panglima perang yang sedang memperingatkan pasukannya dengan aba-aba: “Awas! Berjaga-jagalah kalian pada pagi hari dan petang harimu!” dan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Aku dan hari kiamat diutus (berdampingan) seperti ini.” Dan beliau menghimpun jari telunjuk dengan jari tengahnya.”(HR Muslim 4/359)

Bayangkan..! Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam diriwayatkan sebagai memerah matanya, meninggi suaranya dan berkhutbah dalam keadaan sangat marah...! Sungguh persis seperti seorang komandan di tengah medan jihad yang sedang memberi arahan kepada pasukannya. Beliau samasekali tidak ingin seorangpun pasukannya lengah dalam mengantisipasi gerak musuh. Sebab kelengahan pasukan bisa menyebabkan musuh berhasil menjebol benteng ummat dan itu berarti seluruh ummat Islam bakal terancam nyawanya. Sungguh, Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam sangat mematuhi arahan Allah subhaanahu wa ta’aala di dalam ayat di bawah ini:

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا

“Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari itu (kiamat) sudah dekat waktunya.” (QS Al-Ahzab ayat 63)

Memang sudah sepantasnya kita ummat Islam yang hidup di zaman ini menghayati bahwa hari Kiamat sudah dekat. Mengapa? Karena bila kita ingat bahwa Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam merupakan penutup rangkaian nabi-nabi Allah subhaanahu wa ta’aala berarti kita merupakan penutup berbagai ummat. Bila beliau dijuluki Nabi Akhir Zaman berarti kita merupakan Ummat Akhir Zaman. Dan berdasarkan hadits Ringkasan Perjalanan Sejarah Ummat Islam, kita dewasa ini sedang menjalani kehidupan di babak keempat dari lima babak yang bakal dilalui ummat Islam hingga menjelang dekatnya kedatangan hari Kiamat.

تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها ثم يكون ملكا جبريا فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت (أحمد)

”Masa kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa kekhalifahan mengikuti manhaj kenabian, selama beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa raja-raja yang menggigit selama beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa raja-raja yang memaksakan kehendak dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, setelah itu akan terulang kembali kekhalifahan mengikuti manhaj kenabian. Kemudian beliau terdiam.” (Hadits hasan riwayat Imam Ahmad 37/361)

Babak pertama, yaitu babak Kenabian telah berlalu. Ia merupakan masa di mana ummat Islam –yakni para sahabat radhiyallahu ’anhum- hidup bersama Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sejak awal beliau diutus hingga berpulang ke rahmatullah.

Babak kedua, yaitu babak Kekhalifahan yang mengikuti manhaj Kenabian juga telah berlalu. Ia ditandai dengan munculnya para khulafa ar-rasyidin, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhum.

Babak ketiga, yaitu babak raja-raja yang menggigit juga telah berlalu. Ia ditandai dengan masa di mana ummat memiliki para pimpinan yang dijuluki khalifah-khalifah namun pola suksesinya menerapkan pola kerajaan alias pola oligarkhi atau sistem waris-mewarisi tahta kerajaan. Mereka dijuluki raja-raja yang menggigit karena mereka masih ”menggigit” Al-Qur’an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Babak ini berlangsung sangat lama sekitar 13 abad...! Sejak Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah dan Kesultanan Ustmani Turki. Ia berakhir pada tahun 1924 atau 1342 Hijriyyah.

Semenjak babak ketiga berlalu, maka ummat Islam memasuki babak keempat, yakni babak raja-raja yang memaksakan kehendak. Babak ini belum berlalu. Kita sedang menjalani babak ini. Suatu babak yang sering disebut sebagai the darkest ages of the Islamic History. Tanda bahwa babak ini belum berakhir ialah fakta bahwa babak kelima, yakni babak kekhalifahan mengikuti manhaj kenabian belum muncul kembali. Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menginformasikan kepada kita bahwa babak penuh keadilan dan kejayaan Islam tersebut pasti bakal muncul. Kapankah ia akan muncul? Wallahu a’lam bish-showwab.

Suatu hal yang pasti, kalau kita umpamakan perjalanan kelima babak perjalanan sejarah ummat Islam ini sebagai sebuah skenario film, maka ia sangat layak disebut sebagai film berjudul Akhir Zaman. Dan kalau kita mengikuti sebuah cerita yang mengandung lima babak dan kita tahu bahwa kita sudah sampai ke babak keempat, saya kira sudah sepantasnya kita beranggapan bahwa ini bukanlah masih di awal cerita, atau di bagian pertengahannya. Namun lebih wajar dikatakan bahwa ini sudah menjelang akhir dari rangkaian cerita.

Berarti, saudaraku, tidakkah pantas kitapun mengucapkan apa yang Allah subhaanahu wa ta’aala telah firmankan di dalam Kitab-Nya: BOLEH JADI KIAMAT SUDAH DEKAT WAKTUNYA...!

Marilah kita jauhi sikap santai dan acuh tak acuh terhadap fenomena hidup di Akhir Zaman menjelang datangnya Kiamat. Marilah kita tingkatkan pengetahuan dan keyakinan kita akan tanda-tanda menjelang datangnya Kiamat agar kita dapat mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan skenario ilahi yang bakal –insyaAllah- pasti terjadi. Semoga Allah subhaanahu wa ta’aala memasukkan kita ke dalam golongan yang tidak salah mensikapi segenap tanda demi tanda Akhir Zaman yang kian membenarkan kenabian Rasulullah Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Islam Lengkap - Sempurna - Saling Menyempurnakan

Islam Lengkap - Sempurna - Saling Menyempurnakan
www.eramuslim.com

Oleh Ihsan Tandjung


Allah subhaanahu wa ta’aala memerintahkan orang-orang beriman agar berIslam dengan masuk ke dalam ajaranNya secara totalitas. Bahkan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala tersebut diiringi dengan keharusan menjauh dari langkah-langkah syetan.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah ayat 208)

Dari sini kita dapat simpulkan bahwa di antara makna “janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan” ialah mengikuti bagian tertentu saja dari ajaran Islam. Sementara bagian lainnya mengikuti ajaran selain Islam. Sedangkan ”Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya” berarti masuk ke dalam ajaran Islam secara totalitas. Atau berarti ”melaksanakan segenap ajaran Allah subhaanahu wa ta’aala dalam seluruh aspek kehidupan.” Baik dalam urusan kecil maupun besar. Baik itu urusan lahir maupun batin. Baik itu dalam perkara duniawi maupun ukhrawi. Entah itu aspek ideologi, moral, sosial, seni-budaya, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, pertahanan keamanan maupun militer. Baik itu urusan kehidupan pribadi maupun kemasyarakatan.

Pendek kata tidak ada satupun gerak-gerak seorang muslim kecuali ia kembalikan pengaturannya kepada Allah subhaanahu wa ta’aala sebagai rabb, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam sebagai teladan maupun Islam sebagai dien (way of life). Inilah rahasia ucapan:

رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا

“Aku ridha Allah sebagai Rabb, Nabi Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai Dien (jalan hidup)” (HR Muslim 2/329)

Seorang muslim tidak mungkin -misalnya- beribadah secara Islam, berideologi liberal, berakhlak sekuler, beraqidah pluralisme, berekonomi yahudi, berpolitik machiavelli. Bila seorang muslim tampil seperti itu berarti ia telah membiarkan dirinya mengalami ”split personality”. Kepribadian tidak utuh sebagai seorang muslim-mu’min. Dan inilah yang memang dikehendaki oleh musuh-musuh Allah ta’aala, yakni syetan. Mereka telah berhasil dalam menjadikan kebanyakan Bani Israil seperti itu.

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ

”Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.” (QS Al-Baqarah ayat 85)

Bani Israil merupakan kaum yang semula memperoleh banyak karunia dari Allah ta’aala namun mereka tidak pandai mensyukurinya. Sehingga mereka akhirnya dimurkai Allah ta’aala. Di antara keburukan mereka adalah mematuhi ajaran Allah ta’aala dalam hal yang mereke senangi saja. Namun dalam hal yang tidak disukai mereka mendurhakai Nabiyullah ’alaihimus salam yang menyuruh mereka. Mereka memilih-milih dan memilah-milah ajaran Allah ta’aala. Mereka tidak mau tunduk sepenuhnya kepada Allah ta’aala.

Pertarungan ideologi yang terjadi hingga dewasa ini ialah antara kalangan manusia yang cenderung ingin mentaati Allah ta’aala dan RasulNya tanpa reserve berhadapan dengan kalangan manusia yang dalam mentaati Allah ta’aala dan RasulNya bersikap seperti Bani Israil. Bilamana ajaran tersebut dirasa sesuai dengan seleranya, maka mereka mentaati. Namun bila dianggap tidak cocok, baik dengan selera maupun kemodernan zaman, maka mereka akan mengatakan bahwa Islam tidaklah seperti itu. Mereka melabelnya sebagai Islam yang menyimpang, radikal, ekstrim dan berlebihan. Para penganut sejati Islam mereka juluki sebagai fundamentalis bahkan teroris yang tidak sanggup menyesuaikan diri dengan kemodernan zaman dan masyarakat internasional.

Bilamana seseorang mengikuti sikap bani Israil, mengikuti Al-Kitab dengan sikap pilih-kasih, mengimani sebagian dan mengingkari sebagian lainnya, maka ia hendaknya bersiap-siap menghadapi konsekuensinya. Allah ta’aala menjanjikan dua akibat yang akan dideritanya:

(1) Kenistaan dalam kehidupan dunia serta

(2) Dikembalikan kepada siksa yang sangat berat pada hari kiamat

Sejujurnya, kenistaan atau kehinaan di dunia tampaknya sedang melanda ummat Islam di era penuh fitnah dewasa ini. Apakah kehinaan ini semata merupakan ujian kesabaran dari Allah ta’aala dalam menghadapi kezaliman kaum kuffar yang memang sedang diberi izin Allah ta’aala untuk mendapat giliran mendominasi dunia? Ataukah ini semua merupakan buah dari sikap ummat Islam yang mengikuti jejak Bani Israil? Jangan-jangan mereka mengimani sebagian Al-Qur’an dan mengingkari sebagian lainnya sehingga kehinaan merupakan konsekuensi yang dijanjikan Allah ta’aala pasti terjadi. Jika demikian adanya, alangkah mengerikannya nasib ummat Islam dewasa ini. Sudahlah mereka terhina di dunia akibat bersikap pilih-kasih terhadap ajaran Islam sambil berfaham liberal dan sekuler. Sedangkan di akhirat kelak siksa yang sangat berat menanti mereka. Na’udzubillahi min dzaalika.-